Mengurai Peta Jarak

tiba-tiba saja ketegaran karang itu
meluruhkan debur kerinduan pada kesetiaan
pantai, mengiring riak-riak yang lenyap
di telan kesenyapan gelombang. aku
berdiang pada tungku badai. menyusun
peta-peta dermaga, sembari menebar jentera. kehampaan
mengiring gerak sauh, memperhitungkan
derap sampan tanpa tuju. kemudi yang berselancar
menguak pulau-pulau kelangenan. kita
harus menepi perbatasan tanpa cakrawala

bagai mengurai peta jarak
kita menatah nadi darah pada
keterlelapan senja. Aku hanya
mampu menterjemahkan maut sebagai
reankarnasi lampu-lampu keabadian.
Sementara gurah kelahiranmu
melepas gairah berlaksa kunang-kunang.
O, tembok-tembok menyalakan kerdip
lilin sepanjang kegelisahan.
lambai lembut lenganmu terlanjur
mennciptakan kegamangan cuaca. Pelangi rindu
kehilangan warna, berkas pesonamu kian
melimbas kepercayaan wujud kesetian kita?
disini, aku terlanjur merengkuh sauh
dan melempar jangkar tanpa dermaga
kita seperti oase di pedalaman laut,
membiarkan gurun terbentang seantero
penjelajahan pulau-pulau tiada bernama.
sementara, pias kelembutanmu selalu
saja menghadirkan mimpi yang sulit ditengadahkan!
lekuk kelentikkan pandangmu, meronta
meninabobokkan jarak. aku hanya bisa
merangkum kebisuan sihir kenangan.
ah, mestikah kusambut kembali
ruh masa lampau yang pernah teraniaya?
 
Thursday, November 6, 2003 7:25 AM

Full name:
Email address:
Comment: